Jumat, 30 Januari 2015

menjaga budaya betawi

Jakarta (ANTARA News) - Demi melestarikan kebudayaan asli warga ibukota, pada 2000, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta membentuk Perkampungan Budaya Betawi (PBB) di Setu Babakan, Jakarta Selatan.

Pembentukan perkampungan budaya ini ditetapkan lewat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi.

Menyusul keputusan itu, sejak 2011 Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) dibentuk oleh sejumlah tokoh Betawi. Organisasi menyatakan diri sebagai mitra pemda dalam mengelola perkampungan di Setu Babakan itu. 

Tahun lalu, sejumlah tokoh Betawi dari Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya Betawi dan organisasi Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) tergugah kesadarannya mengenai arti penting eksistensi budaya Betawi dalam PBB Setu Babakan itu.

Sekretaris MP-PBB Nanang Nurfitrie menyebut PBB itu unik. 

Dilengkapi wisata agro dan wisata air, kawasan itu juga menyimpan potensi budaya dan pariwisata luar biasa mengingat lingkungan alamnya masih relatif asri, justru di tengah belantara hutan beton Jakarta. 

"Perkampungan itu memiliki beragam fungsi yang tidak saja sebagai sarana pariwisata, akan tetapi juga diharapkan sebagai sarana seni dan budaya, informasi serta penelitian atau riset," kata Nanang.

Dilestarikan

Budayawan Betawi Ridwan Saidi bahkan pernah mengatakan pelestarian komunitas Betawi harus menjadi agenda penting dalam pembangunan ibukota Jakarta guna membantu orang Betawi melestarikan budayanya. 

"Ada baiknya perencanaan pembangunan daerah memikirkan pelestarian komunitas Betawi, karena tanpa komunitas tak mungkin kebudayaan dapat dilestarikan," katanya.

Perkampungan budaya itu meliputi area Setu Babakan dan Mangga Bolong.  Kedua area ini ada di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.  Luasnya kurang lebih 289 hektare.  

Pemda DKI merasa wajib menjamin masyarakat Betawi, suku asli Jakarta, dapat berkembang dan maju seperti halnya suku-suku lain di Indonesia.

Salah satunya adalah membina warga Betawi dalam melestarikan budayanya. 

Pemda Jakarta pernah melakukannya di Condet, Jakarta Timur dengan menjadikan kawasan ini sebagai cagar budaya Betawi. Namun sayang strategi itu gagal.

Selain terlalu banyak masalah yang melilitinya, wilayah konservasi semacam itu mengingatkan orang pada konservasi serupa oleh pemerintah Amerika Serikat untuk suku Indian di masa silam.

Pemda akhirnya menggunakan strategi baru dengan membentuk PBB di Setu Babakan. Namun, meski sudah berumur 12 tahun, perkembangannya masih di luar harapan. Padahal gubernur telah membentuk Lembaga Pengelola-Perkampungan Budaya Betawi melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta.

Terbatas

Ternyata, menurut Nanang, kewenangan yang dimiliki oleh lembaga in begitu terbatas karena tumpang tindihnya pemangku kepentingan dalam pemerintahan sendiri. 

Belum lagi masalah perluasan lahan untuk kegiatan berkesenian, akses jalan dan area parkir yang tidak memadai, serta kekurangan-kekurangan infrastruktur lainnya.

Tapi masyarakat Betawi setia mendukung upaya pemda itu.

Berangkat dari pemikiran ini, kata Nanang, muncul gagasan  membentuk forum yang akan menjadi mitra lembaga pengelola dan Pemprov DKI serta instansi terkait lainnya dalam melestarikan budaya Betawi dan lingkungan hidup yang asri. 

Lalu, pada 17 Mei 2011. MP-PBB dideklarasikan. Wadah ini kemudian menjelma menjadi lembaga swadaya masyarakat Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) dengan akta notaris No.4 tahun 2011.

Untuk memperingati setahun hari jadinya yang dikaitkan dengan Hari Lingkungan Hidup pada 10 Juni 2012, MP-PBB akan menggelar serangkaian kegiatan antara lain gerakan kebersihan dan menanam pohon langka di Setu Babakan. 

MP-PBB mengajak warga Betawi dan Jakarta lainnya untuk ikut memelihara dan mengembangkan budaya Betawi yang adalah bagian dari budaya Nusantara

sumber : http://www.antaranews.com/berita/313827/menjaga-budaya-betawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar