Jakarta (ANTARA News) - Demi melestarikan kebudayaan asli warga
ibukota, pada 2000, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta membentuk
Perkampungan Budaya Betawi (PBB) di Setu Babakan, Jakarta Selatan.
Pembentukan
perkampungan budaya ini ditetapkan lewat Keputusan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta No. 92 tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan
Budaya Betawi.
Menyusul keputusan itu, sejak
2011 Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) dibentuk oleh
sejumlah tokoh Betawi. Organisasi menyatakan diri sebagai mitra pemda
dalam mengelola perkampungan di Setu Babakan itu.
Tahun
lalu, sejumlah tokoh Betawi dari Lembaga Pengelola Perkampungan Budaya
Betawi dan organisasi Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) tergugah
kesadarannya mengenai arti penting eksistensi budaya Betawi dalam PBB
Setu Babakan itu.
Sekretaris MP-PBB Nanang Nurfitrie menyebut PBB itu unik.
Dilengkapi
wisata agro dan wisata air, kawasan itu juga menyimpan potensi budaya
dan pariwisata luar biasa mengingat lingkungan alamnya masih relatif
asri, justru di tengah belantara hutan beton Jakarta.
"Perkampungan
itu memiliki beragam fungsi yang tidak saja sebagai sarana pariwisata,
akan tetapi juga diharapkan sebagai sarana seni dan budaya, informasi
serta penelitian atau riset," kata Nanang.
Dilestarikan
Budayawan
Betawi Ridwan Saidi bahkan pernah mengatakan pelestarian komunitas
Betawi harus menjadi agenda penting dalam pembangunan ibukota Jakarta
guna membantu orang Betawi melestarikan budayanya.
"Ada
baiknya perencanaan pembangunan daerah memikirkan pelestarian komunitas
Betawi, karena tanpa komunitas tak mungkin kebudayaan dapat
dilestarikan," katanya.
Perkampungan budaya itu
meliputi area Setu Babakan dan Mangga Bolong. Kedua area ini ada di
Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Luasnya kurang lebih 289 hektare.
Pemda DKI
merasa wajib menjamin masyarakat Betawi, suku asli Jakarta, dapat
berkembang dan maju seperti halnya suku-suku lain di Indonesia.
Salah satunya adalah membina warga Betawi dalam melestarikan budayanya.
Pemda
Jakarta pernah melakukannya di Condet, Jakarta Timur dengan menjadikan
kawasan ini sebagai cagar budaya Betawi. Namun sayang strategi itu
gagal.
Selain terlalu banyak masalah yang
melilitinya, wilayah konservasi semacam itu mengingatkan orang pada
konservasi serupa oleh pemerintah Amerika Serikat untuk suku Indian di
masa silam.
Pemda akhirnya menggunakan strategi
baru dengan membentuk PBB di Setu Babakan. Namun, meski sudah berumur
12 tahun, perkembangannya masih di luar harapan. Padahal gubernur telah
membentuk Lembaga Pengelola-Perkampungan Budaya Betawi melalui Peraturan
Gubernur DKI Jakarta.
Terbatas
Ternyata,
menurut Nanang, kewenangan yang dimiliki oleh lembaga in begitu
terbatas karena tumpang tindihnya pemangku kepentingan dalam
pemerintahan sendiri.
Belum lagi masalah
perluasan lahan untuk kegiatan berkesenian, akses jalan dan area parkir
yang tidak memadai, serta kekurangan-kekurangan infrastruktur lainnya.
Tapi masyarakat Betawi setia mendukung upaya pemda itu.
Berangkat
dari pemikiran ini, kata Nanang, muncul gagasan membentuk forum yang
akan menjadi mitra lembaga pengelola dan Pemprov DKI serta instansi
terkait lainnya dalam melestarikan budaya Betawi dan lingkungan hidup
yang asri.
Lalu, pada 17 Mei 2011. MP-PBB
dideklarasikan. Wadah ini kemudian menjelma menjadi lembaga swadaya
masyarakat Masyarakat Peduli Perkampungan Budaya Betawi (MP-PBB) dengan
akta notaris No.4 tahun 2011.
Untuk
memperingati setahun hari jadinya yang dikaitkan dengan Hari Lingkungan
Hidup pada 10 Juni 2012, MP-PBB akan menggelar serangkaian kegiatan
antara lain gerakan kebersihan dan menanam pohon langka di Setu
Babakan.
sumber : http://www.antaranews.com/berita/313827/menjaga-budaya-betawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar