KEBIJAKAN EKONOMI
PEMERINTAH
Presiden
Joko Widodo menyatakan paket kebijakan ekonomi akan terus digulirkan pemerintah
hingga jumlahnya mencapai ratusan. Dalam dua bulan (September-Oktober) sudah lima paket kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan. Pemerintah ingin memberikan pesan yang kuat mengenai
keseriusan mengatasi krisis ekonomi global dan perlambatan perekonomian
domestik.
Paket kebijakan ekonomi yang pertama
dikeluarkan pada 9 September 2015. Pada paket jilid pertama ini pemerintah
menitikberatkan kebijakan deregulasi untuk menggerakkan sektor riil dalam
mengantisipasi dampak krisis global dan melindungi masyarakat yang
berpendapatan rendah.
Kebijakan
deregulasi mencakup 98 peraturan untuk menghilangkan duplikasi, memperkuat
koherensi dan konsistensi, serta memangkas peraturan yang tidak relevan atau
menghambat daya saing industri. Untuk itu akan disiapkan 17 rancangan peraturan
pemerintah, 11 rancangan peraturan presiden, 2 rancangan instruksi presiden, 63
rancangan peraturan menteri, dan 5 aturan lainnya yang akan selesai hingga
Oktober 2015.
Untuk
mengatasi dampak perlambatan ekonomi terhadap kemampuan daya beli masyarakat,
terutama yang berpendapatan rendah, pemerintah lewat Gubernur Bank Indonesia
mengeluarkan paket kebijakan moneter. Paket tersebut intinya berupaya
mengendalikan inflasi. Juga menstabilkan nilai tukar rupiah serta mengelola
pasokan dan permintaan valuta asing.
Pemerintah
juga memperkuat daya beli masyarakat dengan mengarahkan dana desa untuk
infrastruktur di pedesaan. Langkah ini diharapkan berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, pemerintah juga menggulirkan program
pengadaan konverter elpiji untuk nelayan. Pemerintah bermaksud membantu nelayan
menghemat penggunaan bahan bakar dan dapat meningkatkan produksi ikan tangkap.
Paket Kebijakan deregulasi berlanjut ke
paket jilid dua yang dikeluarkan pada 29 September 2015. Pada paket kedua
ini kebijakan deregulasi difokuskan untuk memperbaiki iklim investasi dan tetap
menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Iklim
investasi diperbaiki dengan meringkas waktu proses perizinan. Proses perizinan
yang memakan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan, akan dipangkas menjadi tiga
jam. Izin investasi tersebut mencakup tiga dokumen, yaitu izin prinsip, akta
pendirian perusahaan, serta penerbitan nomor pokok wajib pajak. Fasilitas
perizinan tersebut ditujukan bagi investor yang menanamkan modal di kawasan
industri minimal Rp 100 miliar atau mempekerjakan 1.000 pekerja.
Ada
beberapa kebijakan deregulasi lain seperti penyederhanaan prosedur terkait
pengajuan permohonan pembebasan pajak dan pengurangan pajak. Juga insentif bagi
eksportir yang menyimpan devisa hasil ekspor di perbankan yang beroperasi di
dalam negeri. Tujuannya agar devisa hasil ekspor tetap berada di Tanah Air.
Paket kebijakan yang ketiga dikeluarkan
pemerintah pada Oktober 2015. Pada paket kebijakan ekonomi jilid tiga yang
dikeluarkan pada 7 Oktober pemerintah secara rinci mengeluarkan arahan yang
lebih konkret untuk menjaga iklim investasi, menekan biaya izin usaha, dan
menjaga daya beli masyarakat. Kebijakan-kebijakan menyasar sektor riil, energi,
pertanahan, dan keuangan.
Kelompok
pelaku usaha atau kalangan industri tetap menjadi perhatian pemerintah supaya
tetap berdaya di masa krisis. Selain kebijakan penyederhanaan izin, mereka pun
dihadiahi pengurangan tarif listrik dan harga gas, serta dimudahkan aksesnya ke
kredit perbankan dengan menurunkan tingkat bunga kredit usaha.
Kelompok
masyarakat berpendapatan rendah tak terkecuali. Meski harga bahan bakar premium
tidak diturunkan, harga solar bersubsidi turun Rp 200 per liter menjadi Rp
6.700 per liter. Harga berlaku setelah tiga hari pengumuman. Selain itu,
diluncurkan pula skema asuransi pertanian untuk menjaga petani tetap memiliki
pemasukan di saat mengalami kesulitan yang disebabkan faktor cuaca.
Kalangan
buruh menjadi titik berat pemerintah pada paket kebijakan ekonomi jilid empat
yang dikeluarkan pemerintah pada 15 Oktober. Pemerintah merumuskan formula
sistem pengupahan dengan memasukkan variabel persentase inflasi dan pertumbuhan
ekonomi. Upah buruh akan naik setiap tahun dengan besaran yang terukur.
Formula
penghitungan upah minimum adalah UMP tahun berjalan ditambah dengan perkalian
UMP tahun berjalan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan.
Tetapi, formula baru ini tidak akan diberlakukan pada 8 provinsi yang upah
minimumnya belum memenuhi 100 persen kebutuhan hidup layak. Terkait formula
upah ini, pada 26 Oktober 2015 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Tambahan dalam paket keempat ini adalah
mengoptimalkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan memberikan
kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah yang berorientasi ekspor, tetapi
kesulitan modal. Kredit akan diberikan maksimal Rp 50 miliar per perusahaan
yang merupakan UMKM yang mempekerjakan minimal 50 orang buruh.
Paket kebijakan ekonomi jilid lima yang
dikeluarkan pada 22 Oktober, pemerintah masih menyasar kalangan usaha
dengan memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang merevaluasi aset. Tujuannya
adalah untuk mengoptimalkan kapasitas dan performa finansial perusahaan. Selain
itu, juga ditawarkan penghilangan pajak ganda untuk instrumen keuangan Kontrak
Investasi Kolektif-Dana Investasi Real Estate (KIK-DIRE)
Implementasi
konsisten
Pernyataan
presiden bahwa akan banyak (ratusan) kebijakan lain yang akan diterbitkan bisa
dimaknai dalam kerangka menjaga pertumbuhan ekonomi tetap baik dalam rentang
waktu yang tidak diketahui sampai kapan krisis akan berakhir. Kalangan pelaku
usaha harus tetap berproduksi dan masyarakat (terutama petani dan nelayan)
tetap mampu menjaga konsumsinya.
Namun,
perhatian sebaiknya tidak semata ditujukan kepada investor besar atau yang
berorientasi ekspor. Kebijakan diperlukan juga bagi investor kecil atau yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan domestik. Hal itu karena kebutuhan
domestik yang dipenuhi sendiri akan menekan impor barang. Manfaatnya akan dapat
menurunkan defisit transaksi berjalan kita.
Di
satu sisi, banyaknya kebijakan yang akan diterbitkan bisa dipandang sebagai
antisipasi pemerintah terhadap situasi yang gampang berubah di kala krisis
global seperti sekarang. Namun, di sisi lain, jangan sampai terjebak pada
kebijakan business as usual yang tidak memberikan gereget yang
berarti.
Kalangan
pelaku usaha mengapresiasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Namun, mereka sangat membutuhkan implementasi di lapangan yang konsisten dan
terukur. Selain itu, banyaknya kebijakan yang dikeluarkan jangan sampai
mengaburkan atau memperlemah aspek monitoring dan evaluasi setiap kebijakan.
Apalagi, jika malah menyuburkan para pemburu rente dalam perumusan payung hukum
perundang-undangan atau pada peluncuran skema program baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar